Bisnis.com, MAKASSAR - Laju inflasi Sulawesi Selatan pada awal tahun ini berada pada level 0,81% seiring dengan pergerakan harga sejumlah komoditas primer yang masih mencatatkan grafik peningkatan.
Kepala Badan Pusat Statistik Sulsel (BPS) Sulsel Nursam Salam mengemukakan sebagian besar indikator kelompok pengeluaran juga kompak mencatatkan kenaikan indeks pada Januari 2017 sehingga terjadi pembentukan inflasi.
Meskipun demikian, besaran laju inflasi yang tercipta pada awal tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan laju inflasi pada periode yang sama tahun lalu pada level 1,12%.
"Bahkan jika dirunut 8 tahun terakhir, laju inflasi di Januari 2018 ini menjadi yang paling rendah dari tahun-tahun sebelumnya kecuali di 2015 lalu yang sempat mencatatkan deflasi awal tahun," katanya dalam paparan, Kamis (1/2/2018).
Adapun pada Januari 2018 lalu, komoditas primer yang memberikan andil cukup tinggi terhadap pembentukan laju inflasi diantaranya beras, cabai, tomat, daging ayam serta beberapa jenis komoditas perikanan yang mengalami kenaikan indeks harga.
Di sisi lain, terdapat pula beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga sepanjang tahun lalu sehingga menahan laju inflasi Sulsel Januari 2018 ke level yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil survei konsumen yang dilakukan BPS Sulsel, komoditas yang mencatatkan penurunan harga pada tahun lalu diantaranya telur ayam, daging sapi, buah-buahan serta tarif angkutan udara yang memiliki pengaruh terhadap inflasi.
Secara umum, bahan makanan atau pangan menjadi kelompok pengeluaran dengan andil inflasi tertinggi sepanjang Januari 2018 yakni sebesar 0,815%, kemudian kelompok bahan jadi 0,6477%, perumahan dan energi 0,1049%, sandang 0,0138% serta kesehatan dengan andil inflasi 0,0085%.
Terdapat 2 kelompok konsumsi yang justru mencatatkan deflasi pada awal tahun ini yakni kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga yang membentuk deflasi 0,01% serta transportasi sebesar 0,09%.
"Dengan melihat perkembangan di Januari 2018, pengendalian inflasi Sulsel sudah berjalan cukup efektif. Meskipun tekanan harga pada beberapa komoditas tidak bisa dihindarkan karena beberapa faktor," katanya.
Nursam mencontohkan komoditas beras yang mengalami kenaikan harga pada Januari 2018 yang secara historikal terjadi awal tahun sejalan dengan permintaan yang tidak dibarengi dengan ketersediaan lantaran terbentur waktu panen sehingga pasokan sedikit terlambat.
Sebelumnya, Bank Indonesia sebagai koordinator TPID Sulsel menggandeng Badan Metereoligi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam mendukung langkah pengendalian inflasi terutama menjaga kestabilan produktivitas komoditas pangan.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sulsel Bambang Kusmiarso mengemukakan pelibatan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) itu diproyeksikan bisa mendukung produktivitas pangan bisa terjaga yang bermuara pada ketersediaan hingga kestabilan harga komoditas di daerah tersebut.
Menurut dia, informasi cuaca, curah hujan maupun iklim dari BMKG pada daerah sentra produksi pangan di Sulsel bisa menjadi salah satu acuan stakeholder dalam melakukan perencanaan waktu tanam, budidaya maupun tangkapan komoditas ikan lebih terukur dan efesien.
Bambang menjelaskan, dasar pelibatan BMKG itu dilandasi atas terjadinya tekanan harga yang cukup tinggi pada sejumlah komoditas pangan di Sulsel pada beberapa tahun terakhir lantaran terganggunya produktivitas sebagai efek dari pengaruh cuaca.
Adapun komoditas pangan yang dimaksud bahkan berklasifikasi primer diantaranya beras, bawang merah, cabai hingga sejumlah komoditas perikanan yang menjadi konsumsi terbesar di Sulawesi Selatan.
Sebagai inforasi, sasaran inflasi Sulsel pada tahun ini berada pada kisaran 3,5% plus minus 1% sehingga membutuhkan upaya lebih kuat lagi agar laju inflasi Sulsel tetap terjaga terkhusus dalam mengurangi tekanan pada segmen inflasi pangan atau volatile food.