Bisnis.com, MANADO - Isu kesehatan yang diterapkan oleh Uni Eropa dan sejumlah negara lain menekan kinerja ekspor produk kopra Provinsi Sulawesi Utara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), ekspor nonmigas Bumi Nyiur Melambai ke sejumlah negara tujuan utama tergerus untuk periode Januari 2019—November 2019. Pengapalan ke China misalnya, turun dari US$125,39 juta pada Januari 2018—November 2018 menjadi US$96,07 juta pada Januari 2019—November 2019.
Penurunan cukup tajam terjadi untuk ekspor nonmigas Sulut ke Belanda. Nilai ekspor nonmigas ke Negeri Kincir Angin tercatat US$71,99 juta pada Januari 2019—November 2019 atau turun 62,20% dibandingkan dengan US$1904,46 juta periode yang sama tahun lalu.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Disperindag Sulut Darwin Muksin mengungkapkan ekspor kopra mendominasi perdagangan Sulut dibandingkan dengan produk lain. Sayangnya, pengapalan komoditas itu tergerus akibat isu kesehatan yang diterapkan oleh Uni Eropa dan sejumlah negara lainnya.
“Masalah kesehatan mereka tidak mau kopra hitam. Mereka hanya suka kopra putih yang pembakarannya menggunakan oven,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (17/12/2019).
Darwin mengatakan telah berdiskusi dengan perusahaan besar yang berlokasi di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Menurutnya, kopra hitam asal Bumi Nyiur Melambai ditolak karena masalah kesehatan.
Baca Juga
“Kalau negara seperti Taiwan dan beberapa negara lain masih menerima kopra hitam,” jelasnya.
Untuk komoditas kopra putih, dia menyebut saat ini sudah terdapat beberapa sentra yang ada di Sulut. Namun, pihaknya menilai jumlah yang tersedia belum mampu memenuhi permintaan dari pasar dunia.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sulawesi Utara (Apeksu) George Umpel mengatakan telah mengusulkan adanya bantuan tungku untuk mengolah kopra putih. Menurutnya, harga komoditas itu lebih mahal dibandingkan dengan harga kopra asapan atau hitam.
Salah satu faktor yang menjadi penekan harga kopra hitam yakni biaya yang harus dikeluarkan oleh pabrikan. Pasalnya, produsen harus mengeluarkan biaya lagi untuk mengolah komoditas tersebut.
“Pabrikan harus mengolah lagi kopra hitam dengan bahan kimia,” paparnya.