Pengembangan layanan bank digital bagi bank pembangunan daerah menurut Ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas) Anas Iswanto Anwar sudah menjadi keharusan. Jika tidak, maka label ketinggalan zaman masih akan terus melekat. Hal itu berpotensi membuat BPD akan kehilangan nasabahnya.
“Kalau nasabah dalam lingkup pemerintahan sudah pasti akan tetap ada. Tapi, BPD kan juga harus tetap mempertahankan eksistensi nasabah dari non pemerintah atau masyarakat umum,” ungkap Anas.
Oleh karena itulah menurut Anas, inovasi menjadi sebuah keniscayaan yang harus dipenuhi oleh BPD. Pasalnya, di era teknologi saat ini, digitalisasi perbankan bukan lagi pilihan tapi sebuah keharusan. Anas berharap Bank Sulselbar bisa lebih jeli melihat kebutuhan nasabah.
Meningkatnya tren layanan bank digital atau digitalisasi perbankan juga menjadi perhatian bagi OJK. Kepala Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua Nurdin Subandi menyatakan transformasi perbankan dari yang sebelumnya tradisional menuju digital merupakan penyesuaian terhadap perilaku konsumen.
Menurut Subandi, bagi bank yang tidak ingin melakukan penyesuaian ke layanan digital makan akan ditinggalkan nasabah, sebab untuk saat ini banyak nasabah yang merasa lebih nyaman bertransaksi melalui gadget daripada harus datang ke kantor cabang.
“Utamanya di masa pandemi seperti ini yang mau tidak mau memaksa kita untuk membatasi interaksi langsung dengan orang lain,” ungkap Subandi.
Regulasi terkait digitalisasi perbankan sendiri sudah diterbitkan oleh OJK yaitu melalui Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2018 tentang penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank umum. Melalui peraturan tersebut OJK sebagai regulator juga mendorong bank untuk berinovasi dalam menggunakan teknologi secara bertanggung jawab.