Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kota Makassar Diminta Fokus Penataan Reklame

Pemkot Makassar diminta fokus pada penertiban dan pembenahan tata kelola penerimaan pajak reklame daripada menyusun regulasi yang justru lebih mengarah pada pembatasan reklame untuk sektor tertentu.
reklame jenis LED/istimewa
reklame jenis LED/istimewa

Bisnis.com, MAKASSAR -- Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin Muhammad Akbar meminta Pemkot Makassar sebaiknya fokus pada penertiban dan pembenahan tata kelola penerimaan pajak reklame daripada  menyusun regulasi yang justru lebih mengarah pada pembatasan reklame untuk sektor tertentu.

Langkah penertiban dan pembenahan dinilai menjadi instrumen yang paling efektif jika pemerintah kota ingin merealisasikan upaya optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama pada segmen pajak reklame.

"Menurut saya langkah konkret yang perlu dibenahi adalah kegiatan pendataan administratif. Utamanya reklame-reklame yang masih beroperasi namun sudah tidak lagi aktif membayar pajak," jelas Akbar pada diskusi yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulsel, Kamis (3/10/2019).


Sejauh ini menurut Akbar, tak ada nomor registrasi pajak reklame di Makassar. Misalnya saja, reklame yang dipasang di pinggir jalan. Sebaiknya, reklame tersebut harus didata ulang untuk menentukan masa kadaluarsanya.

Langkah-langkah seperti itu kata dia, bakal lebih produktif dibandingkan hanya berfokus pada menyusun kebijakan yang berorientasi melakukan pembatasan terhadap sektor tertentu untuk pemanfaatan reklame komersil di Kota Makassar.

Pernyataan itu merujuk pada adanya wacana terkait pembatasan dan pelarangan pemasangan reklame yang berkonten iklan rokok oleh Pemkot Makassar, yang justru dikhawatirkan bakal mengabaikan prinsip penciptaan kebijakan publik yang berimbang untuk seluruh segmen.

"Perusahaan reklame dan perusahaan rokok sudah menjalankan kewajibannya dengan menyertakan peringatan bahaya rokok serta pembayaran pajak sehingga, memang butuh diakomodir dengan baik," terang Akbar.

Di kesempatan sama, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Makassar Irwan Adnan  menampik wacana pelarangan pemasangan iklan rokok lewat reklame oleh Pemkot Makassar. Menurutnya, ini sebatas penataan.

"Jadi, tidak ada pelarangan atau pembatasan. Hanya penataan. Kita mendukung iklan edukatif. Sehingga, tidak diperbolehkan di tempat-tempat umum yang memang dilarang merokok seperti rumah sakit, puskesmas, sekolah dan lainnya," paparnya.

Merujuk pada data Bapenda Makassar, lanjut Irwan, pajak reklame di Kota Makassar tumbuh signifikan. Sepanjang tahun ini sudah memberi kontribusi hingga Rp50 miliar untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Makassar.

Dia menyampaikan, kontribusi pajak reklame di Makassar telah banyak membantu PAD. Estimasinya menyumbang sebesar 5% terhadap total pendapatan.

Penerimaan pajak di sektor ini juga tumbuh signifikan atau naik hampir 300% dalam dua tahun terakhir.
"Dulu hanya berkisar Rp9 miliar, sekarang sudah dapat Rp50 miliar," kata Irwan.

Kondisi ini mengindikasi bahwa pengusaha reklame merupakan Wajib Pungut Pajak (WPP) yang taat. Ini berkat hubungan antara pengusaha reklame dan Pemerintah terus berkelanjutan. Salah satu sumber pajak reklame yang cukup intens adalah iklan rokok.

Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menyatakan, beberapa daerah sudah mulai masif menerapkan Perda pelarangan iklan rokok pada reklame.

Ini sesuai dengan Permenkes yang menargetkan di 2019 semua Kabupaten Kota harus memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok yang muatannya terkait pembatasan iklan tersebut.

"Kami butuh regulasi tetapi tidak kebablasan dan mengacu kepada  PP No. 109 dan undang-Undang kesehatan. Ketika dilaksanakan mandatori itu akan jadi kepastian hukum dan kepastian usaha.
Karena teman-teman di perusahaan periklanan akan resah kalau itu berlakukan," tuturnya.

AMTI menginginkan agar pemerintah tidak hanya melihat dari sisi kesehatan, namun mempertimbangkan perusahaan padat karya yang terlibat di dalam periklanan dan reklame.

"Apalagi kontribusi pajak reklame kan tumbuh signifikan. Belum lagi jumlah pekerja dan penerimaan bea cukai dari rokok itu kan besar sekali," terangnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper