Bisnis.com, MANADO -- Hasil tangkapan ikan sejumlah nelayan di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan, seiring menurunnya peluang aksi pencurian ikan oleh sejumlah oknum sebagai imbas keluarnya beleid pelarangan alih muatan kapal atau transshipment.
Kebijakan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti seperti diatur dalam PermenKP No.57/2014 itu dimaksudkan untuk memberantas illegal fishing yang ditengarai berawal dari praktik transshipment.
Nelayan Bitung, Jupiter Weku bersama rekannya, akhir pekan lalu berhasil mendaratkan ikan hasil tangkapan cakalang dan beberapa tuna mencapai kisaran hampir 40 ton, meningkat dibandingkan dua pekan sebelumnya yang berhasil dibongkar hingga di atas 20 ton.
"Kami sih mendukung kebijakan Bu Susi. Memang dampaknya waktu itu tidak bisa langsung dirasakan, tapi yang jelas dengan kebijakan itu, kini hampir bisa dibilang para oknum takut melakukan pencurian, karena resikonya berat," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (18/10).
Selain itu, kata dia, para oknum pegawai pemerintah pun saat ini juga takut untuk dlakukan coba-coba melakukan kecurangan. Sementara itu, dampak lainnya bagi para nelayan dengan kapal kecil, saat ini mereka ketika mencari ikan juga tidak perlu melaut terlalu jauh ke tengah laut seperti sebelumnya.
"Selain para pencuri mikir resikonya, hasil tangkapan kami memang juga ada andil dari proses migrasi ikan. Kami waktu itu nangkap ikannya sampai sekitar Halmahera. Ada sekitar 40 ton, kalau sebelumnya kan tidak sampai segitu," ujarnya.
Namun demikian, guna meningkatkan kualitas para nelayan di Bitung, pihaknya meminta pemerintah dapat memberikan kemudahan kepada mereka dalam mendapatkan Buku Pelaut.
Pasalnya, menurutnya saat ini banyak nelayan yang masih merasa terbebani dalam pengurusan Buku Pelaut, terutama terkait besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusannya.
"Kalau bisa pengurusan buku pelaut itu dipermudah, tidak banyak membebani para nelayan. Ini kan untuk mendorong kualitas para nelayan di tanah air. Kalau bisa biayanya bahkan di gratiskan saja," ujarnya.
Menurutnya saat ini pengurusan untuk mendapatkan buku pelaut bagi para nelayan di sana bisa menghabiskan dana hingga Rp2 juta. Besaran biaya ini dirasakan memberatkan, sehingga sampai saat ini diakuinya masih banyak nelayan di wilayahnya yang belum menguasai atau memiliki buku pelaut.
"Kepemilikan buku pelaut ini kan penting bagi nelayan. Karena dengan menguasai buku pelaut, apabila mereka sedang tidak melaut menangkap ikan, maka mereka bisa juga bekerja di kapal-kapal niaga, karena sudah menguasai buku pelaut ini," ujarnya.
Buku pelaut adalah merupakan dokumen resmi yang berbentuk buku dan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan untuk keperluan pelayaran.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 30/2008 tentang Dokumen Identitas Pelaut, disebutkan bahwa setiap orang yang bekerja sebagai awak kapal pada kapal niaga berukuran 35 GT atau lebih, untuk kapal motor ukuran 105 GT atau lebih untuk kapal tradisional atau kapal perikanan berukuran panjang 12 meter atau lebih wajib memiliki Buku Pelaut.
Buku Pelaut diberikan kepada pelaut yang memiliki sertifikat keahlian pelaut atau sertifikat keterampilan pelaut serta taruna yang akan melaksanakan praktik berlayar di kapal.
Sebelumnya, Ditjen Perhubungan Laut, Kemenhub menyatakan bahwa saat ini pemerintah telah memberikan kemudahan pengurusan buku pelaut, yakni dapat dilakukan secara online.
Menurutnya dengan hal itu maka pelaut yang akan membuat buku pelaut dapat memperoleh kemudahan dan kepastian, lebih transparan, proses pengurusan jauh lebih cepat, dan bisa diakses dari manapun.
Di samping itu, program pembuatan buku pelaut secara online itu bertujuan untuk mendata jumlah pelaut Indonesia ke dalam database Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sehingga pemerintah akan lebih mudah melakukan pengawasan bagi para pelaut Indonesia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Utara, Ronald Sorongan pada awal tahun lalu mengatakan bahwa peningkatan kualitas nelayan memang sangat dibutuhkan, dan salah satunya dengan terus memperbanyak nelayan untuk dapat mengikuti pelatihan mendapatkan buku pelaut.
Menurutnya mulai 2017 diharapkan semua nelayan di wilayah Bumi Nyiur Melambai, yang menggunakan kapal harus memiliki buku pelaut.
“Cara melaut yang baik perlu perlu menguasai buku pelaut sekaligus buku ini sebagai syarat menjadi ABK dan syarat buku pelaut bukan hanya kapal ikan tapi juga kapal-kapal niaga,” ujarnya.
Sejauh ini, kata dia, DKP Sulut pada 2016 telah mengutus 25 orang nelayan untuk mengikuti pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas SDM sekaligus untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Sedangkan untuk 2017, ada ketambahan sebanyak 100 orang nelayan yang akan ikut pelatihan.