Bisnis.com, MAKASSAR - Kalangan pelaku industri logistik di Wilayah Timur Indonesia bersiap untuk membaur dalam ekosistem logistik nasional atau National Logistic Ecosystem (NLE) guna menciptakan rantai pasok yang efesien dan efektif.
Ketua ALFI Sulselbar Syaifuddin Saharudi mengatakan konsep NLE tersebut dinilai menjadi instrumen yang tepat dalam mendorong daya saing logistik domestik berbasis digital.
"Kami (industri logistik) di Sulselbar dan tentunya di timur Indonesia harus siap membaur dalam ekosistem ini, apalagi sekarang sudah era digitalisasi yang membutuhkan efesiensi dan efektivitas," tuturnya, Jumat (25/9/2020).
Guna mendukung persiapan tersebut, lanjut dia, tahapan sosialiasi atas penerapan NLE itu telah dilakukan ALFI Sulselbar dengan menggandeng Kemenko Perekonomian dan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu dengan menyasar seluruh pelaku industri logistik di wilayah timur.
Dalam sosialiasi yang dilakukan pada Kamis (24/9/2020) itu, Syaifuddin menguraikan bahwas NLE menjadi fundamental utama dalam Inpres No.5/2020 tentang penataan ekosistem logistik nasional sehingga wajib diadopsi oleh pelaku logitik secara menyeluruh.
"Ini juga akan menjadi solusi jangka panjang dalam mengurai keruwetan sistem logistik yang memang selama ini kerap menjadi sandungan kita semua," paparnya.
Baca Juga
Sebagai informasi, NLE adalah nasional logistik ekosistem yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen dari kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang.
Sistem ini berorientasi pada kerja sama antar instansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses, penghapusan repetisi dan duplikasi, dan berbasis sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang telah ada.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekosistem logistik nasional (NLE) akan sangat membantu para pelaku usaha, baik dari biaya maupun efisiensi waktu.
Melalui sistem ini, integrasi layanan perizinan juga dilakukan, termasuk perizinan usaha dan pemasukan barang konsumsi di kawasan khusus
Sri Mulyani menjelaskan, berbagai layanan akan dilakukan secara daring, mulai dari pengajuan peti kemas, pemesanan truk, delivery order, pembayaran, dan layanan lainnya.
Misalnya, delivery order dan peti kemas yang tadinya membutuhkan proses yang lama karena jam pelayanan terbatas, kini bisa dilakukan daring selama 7x24 jam.
"NLE akan sangat menurunkan proses bisnis, menyederhanakan repetisi, dan akan memberikan efisiensi waktu dan biaya," katanya.
Menurut hitungan Sri Mulyani, volume aktivitas delivery order dan peti kemas jika dilakukan secara daring, maka bisa dilakukan efiseiansi hingga Rp402 miliar.
"Secara waktu 91 persen lebih efisien," tuturnya.
Kemudian, lanjut Sri Mulyani, pemesanan truk yang tadinya manual dan tidak transparan, melalui e-tracking, semua pemesanan akan tercatat. Proses ini juga akan menciptakan efisiensi waktu hingga 50 persen.
Mengenai inspeksi, dari mulai penyampaian dokumen hingga mendapatkan clearance dan pemeriksaan barang selama ini dilakukan secara terpisah. Melalui single submission, dua tahapan ini akan bisa dilakukan hanya dalam satu kali proses, yaitu dengan join inspection.
Selain itu, proses pengangkutan selama ini melibatkan 7 instansi, mulai dari bea cukai, imigrasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Badan Usaha Pelabuhan, hingga operator terminal. Hal ini menyebabkan biaya yang lebih tinggi.
"Kalau dilakukan satu submission bersama dengan pemberitahuan tunggal, perusahaan perkapalan ga usah ke-7 instansi, maka akan ada efisiensi hingga Rp60 miliar dan waktu bisa lebih efisien ".
Lebih lanjut, layanan ship to ship yang sebelumnya manual dan dan membutuhkan waktu pengurusan hingga 3 hari, dengan single submission bisa menjadi 1 hari dan ke depan diharapkan bisa berkurang hingga menjadi hanya beberapa jam.
Terkait perizinan usaha dan konsumsi juga, validasi yang sebelumnya butuh 1 hari, dengan single submission hanya membutuhkan waktu 30 menit, sehingga 94 persen efisiensi waktu bisa diperoleh pelaku usaha.