Bisnis.com, MANADO – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebulan terakhir diyakini tidak berdampak negatif bagi ekonomi Sulawesi Utara. Namun, Bank Indonesia menilai perlu ada penguatan sumber devisa di Bumi Nyiur Melambai.
Soekowardojo, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara (Sulut) mengatakan dengan performa neraca perdagangan yang masih surplus, pelemahan nilai tukar rupiah justru berpotensi memunculkan efek positif.
“Kalau kita berbicara ekspor-impor luar negeri, Sulut surplus. Ini karena lebih banyak yang diekspor dari pada yang diimpor. Dalam konteks ini, tentunya pelemahan sementara rupiah ini lebih menguntungkan Sulut,” ujarnya saat ditemui Bisnis, Senin (19/3/2018) sore.
Pelemahan rupiah, menurutnya, pasti akan memberi dampak yang beragam di setiap wilayah. Namun, dia meminta agar posisi rupiah dilihat secara menyeluruh dalam konteks Indonesia. Menurutnya, pelemahan yang terjadi saat ini lebih didominasi efek global.
Pasalnya, dengan indikator ekonomi seperti tingkat inflasi, cadangan devisa, dan neraca pembayaran Indonesia yang relatif baik, nilai tukar rupiah saat ini tidak mencerminkan nilai fundamentalnya. Jika tidak ada sentiman eksternal, rupiah semestinya tidak harus melemah.
Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), kendati ada penurunan nilai ekspor dan impor pada Februari, neraca perdagangan Sulut dalam dua bulan pertama 2018 tercatat surplus US$154,3 juta, naik 8,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$142,0 juta.
Terlepas dari dampak langsung yang ditimbulkan dari pelemahan nilai tukar, Soekowardojo mengimbau agar pemerintah daerah terus berupaya meningkatkan sektor riil, terutama yang berorientasi ekspor.
Oleh karena itu, saat mengundang investor, menurut Soekowardojo, pemerintah daerah sebaiknya memilih investasi yang memaksimalkan bahan baku lokal sekaligus berorientasi masuk ke pasar global. Dengan demikian, tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tapi juga menambah sumber devisa.
Dia pun mengatakan dampak beberapa kebijakan pemerintahan pusat terkait perikanan, seperti pelarangan alih muatan kapal ikan, memang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan di sektor perikanan menggerus potensi pertumbuhan 0,4%-0,5%.
Namun, risiko itu sedikit dikompensasi dari sisi pariwisata. Pasalnya, kebijakan pemerintah daerah yang mulai mendorong geliat pariwisata mampu memberikan tambahan pertumbuhan ekonomi sekitar 0,4%.
Menurutnya, investasi di sektor pariwisata juga menjadi salah satu aspek yang berdampak pada cadangan devisa dalam jangka singkat. Jika pembangunan pabrik industri membutuhkan sekitar 2-4 tahun, pariwisata sudah bisa memberikan hasil dalam setahun.
“Menurut saya, pariwisata itu memenuhi syarat karena bahan lokal, uang datang, tenaga kerja lokal, ada pula wismannya. Apalagi, target wisman tahun ini sekitar 200.000. Sektor pendukungnya pun juga bisa ikut tumbuh,” imbuhnya.
Bali Kedua
Saat pembukaan Sidang Majelis Sinode (SMS) Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) ke-79, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Manado berpotensi menjadi Bali kedua di Tanah Air. Potensi Ibu Kota Sulawesi Utara (Sulut) itu menjadi Bali kedua bukan hanya dari aspek pariwisata, tapi juga kedamaian.
Dahulu, menurut Wakil Presiden RI yang akrab dipanggil JK ini, Sulawesi Selatan (Sulut) terkenal dengan hasil alam, seperti kopra, cengkih, dan produk perikanan. Sekarang, pariwisata menjadi salah satu primadona yang menarik bagi turis.
Kendati demikian, setidaknya ada lima aspek yang menjadi prinsip sebuah daerah bisa mengembangkan pariwisata. Kelimanya yakni keamanan, kenyamanan, kebersihan, keindahan, dan keramahan.
“Apabila semua ini terpenuhi, maka Manado akan bisa menjadi Bali kedua dari Indonesia,” tuturnya.
Pihaknya meminta pemerintah daerah dan stakeholder terkait – termasuk GMIM – agar mampu menciptakan kelima aspek tersebut. Dia meyakini hal ini bisa terjadi karena Manado telah menjadi kota paling toleran di Indonesia.
Seperti diketahui, berdasarkan Indeks Kota Toleran (IKT) 2017 yang dirilis Setara Institute dan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), Manado mendapat indeks tertinggi dari 94 kota di Tanah Air, dengan skor 5,90.
JK mengaku selalu mengapresiasi kehidupan beragama di Sulut yang selalu menghargai adanya perbedaan. Dia memberi contoh saat terjadi konflik di Maluku dan Sulawesi tengah, masyarakat Sulut justru tetap damai dan sibuk menangani pengungsi dari dua daerah itu.
Selain menjaga kedamaian sosial, pihaknya juga meminta peran semua rohaniawan beserta rumah ibadahnya berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat di sekitarnya.
“Kemajuan agama harus berefek pada kemajuan masyarakat. Tanpa itu, ya kurang afdal, kurang tepat,” imbuhnya.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan keberagaman etnis, agama, budaya, dan adat istiadat selama ini tetap membuat kehidupan masyarakat di Bumi Nyiur Melambai berjalan harmonis. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran masyarakat.
Selain itu, sinergi yang dijalankan oleh seluruh stakeholder telah berdampak positif. Dampak tersebut, klaimnya, dapat terlihat dari beberapa indikator sosial masyarakat. Selain indeks toleransi, indeks kebahagiaan masyarakat Sulut mencapai 73,69 atau tertinggi ketiga secara nasional.
Pihaknya juga mengaku akan memaksimalkan peran pariwisata sebagai salah satu penggerak ekonomi Bumi Nyiur Melambai. Berdasarkan data BPS, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Sulawesi Utara melalui pintu masuk bandara Sam Ratulangi pada Januari 2018 sebanyak 8.505 orang, naik 10,83% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 7.674 orang.